
Radar Nusantara Probolinggo - Fenomena menjamurnya advokat tidak sah atau advokat abal-abal yang berpraktik tanpa memiliki legitimasi resmi kian meresahkan publik dan mencederai marwah profesi hukum di Indonesia. Merespons situasi ini, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Kantor Advokat Indonesia (KAI) Jawa Timur menyuarakan desakan tegas kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) agar memperkuat sistem pengawasan dan legalitas organisasi yang berwenang dalam pengambilan sumpah advokat.
Ketua DPD KAI Jawa Timur, H. Abdul Malik, SH, MH, menegaskan bahwa maraknya praktik ilegal oleh oknum yang mengklaim diri sebagai advokat tanpa melalui prosedur hukum yang sah harus menjadi perhatian serius lembaga peradilan tertinggi di Indonesia. Menurutnya, keberadaan advokat abal-abal ini tidak hanya mencoreng wibawa profesi, tetapi juga berpotensi besar menjerumuskan masyarakat yang membutuhkan bantuan hukum ke dalam ketidakadilan.
Banyak masyarakat awam yang tertipu oleh tampilan luar para oknum ini. Mereka tidak tahu bahwa yang bersangkutan tidak terdaftar secara sah dan belum mengucapkan sumpah advokat di hadapan Pengadilan Tinggi sebagaimana diwajibkan undang-undang," ujar Abdul Malik dalam keterangan persnya, Kamis (12/6/2025).
Lebih lanjut, Malik menyoroti lemahnya pengawasan terhadap sejumlah organisasi yang mengklaim bisa mengangkat advokat, padahal tidak memiliki landasan hukum yang kuat. Hal ini membuka celah bagi praktik ilegal, kolusi, bahkan jual beli status profesi yang jelas-jelas merusak integritas sistem peradilan.
Kami mendesak Mahkamah Agung untuk lebih selektif dalam mengakui organisasi profesi hukum. Hanya lembaga yang benar-benar memenuhi persyaratan legal dan etis yang seharusnya diberi kewenangan dalam prosesi sumpah advokat,” tegasnya.
DPD KAI Jawa Timur juga menyatakan komitmennya untuk terus berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan lembaga terkait guna menindak oknum-oknum yang terbukti mencatut status advokat tanpa dasar hukum. Mereka menekankan pentingnya edukasi publik agar masyarakat mampu mengenali ciri-ciri advokat yang sah secara hukum.
Advokat sejati tidak hanya berbicara soal keahlian hukum, tetapi juga integritas, etika, dan kepatuhan pada prosedur yang berlaku,” tutup Malik.
Langkah DPD KAI Jatim ini mendapat apresiasi dari berbagai kalangan, terutama di tengah meningkatnya kebutuhan masyarakat akan bantuan hukum yang kompeten dan terpercaya. Kini, bola ada di tangan Mahkamah Agung untuk membuktikan komitmennya dalam menjaga marwah profesi hukum melalui penguatan regulasi dan pengawasan organisasi advokat di Indonesia.
(*)